Disapa cemburu

Cara cemburu menyapa saya beberapa hari terakhir memaksa saya mengenalnya, karena dulu, saya pasti buru-buru menyapunya setelah dia menyapa.
Sapaan pertama, hari itu, saya melihat seorang perempuan dengan kaki terpincang2 mengajar mengaji Iqro. Anda tau kan mengajar anak kecil bukan suatu hal yang mudah, apalagi ini mengajar mengaji, yang biasanya dilakukan sore hari, saat energi anak pulih setelah tidur siang, anak2 yang harus ditundukkan dengan perpaduan manajemen teman&preman 🙂 (menurut saya). Ujung kaki sang perempuan sedikit tersingkap menampakkan telapak kakinya yang kecil sebelah, dan begitulah cemburu menyapa saya, saya cemburu pada kesederhanaan, istiqomah dan keperduliannya pada lingkungan bahkan dengan kondisi fisik yang seperti itu.
Cemburu juga mendadak menyapa, saat saya tidak sengaja memperhatikan rutinitas seorang bapak penjual ayam goreng : mengantar anak sekolah lalu menjemputnya, sorenya mengantarnya mengaji, yang istimewa, waktu pulang nanti sang istri yang akan menjemputnya lalu membantu sang bapak bersama-sama mendorong pulang gerobak. Iya, saya cemburu, bahwa mungkin gerobak itu jadi ringan & dagangan itu laris karena kekompakan, keramahan keluarga bapak ayam goreng.
Kenapa saya jadi cemburu ya? hmm mungkinkah karena saya jatuh cinta pada hal2 baik yang sudah beliau2 lakukan atau….
Ah benar, sekarang saya harus buru-buru menggeser cemburu jadi semangat..semangat meniru, karena mencintai hal-hal baik, itu saja :D.