BAHAGIA

Bunyi notifikasi group WA saya bersahutan. Wah tema apa yang bikin rame dibahas di weekend pagi seperti hari ini, pikir saya. Ternyata teman-teman saya sedang ‘challenge’ : mendeskripsikan apa itu “Bahagia” dengan kalimat sesingkat-singkatnya. Sulittt :), jadi saya cuma menyimak :D.

Teman saya, hanya menyertakan satu link dari twitter, milik Mona Ratuliu, yang memuat tulisan dr. Jiemi Ardian, di @jiemiardian.
Saya copy disini, karena ini penting untuk saya :).

Sejak kecil kita jarang diajari emosi, kita diajari nama nama hewan, tumbuhan, warna namun jarang (atau tidak pernah) kita diajari tentang emosi. Akibatnya? Karna kita tidak mengenali emosi, sering sekali emosi menjadi tidak terkendali dan menguasai diri.

Emosi yang akan kita pelajari hari ini adalah SENANG dan BAHAGIA.
Senang dulu ya. Senang itu didasari oleh sebuah zat di otak yang bernama Dopamin. Dopamin ini berfungsi dalam “reward system”, dia akan meningkat ketika kita mendapatkan sesuatu (reward).

Akibat dari “reward system”, senang jadi memiliki beberapa sifat. Yang pertama “senang” itu cenderung nyandu. Kita ingin lebih, kita ingin terus mendapatkan, dan terus lebih. Cintamu yang kamu bilang tulus itu dasarnya dopamin ini. Makanya walau kamu dapat, kamu tetep ga puas.
“senang” juga ga akan bertahan lama. Dia akan muncul dengan cepat, lalu berlalu juga dengan cepat. Seperti kita senang waktu ngemil, dapet handphone baru, naik gaji, semua emosi ini mereda dengan cukup cepat kan. Karena mereda, kita craving merindukan emosi “senang” ini lagi.

Senang cenderung membuat kita ingin mendapatkan dan memiliki, dan hanya dinikmati sendirian. Senang baju, cemilan, gadgets, belanja, semua tentang mendapatkan. Membuat otak kita berkata “senang ini enak, aku ingin senang terus”. Candu jadinya.

Nah sekarang kita belajar emosi yang sering dianggap sama seperti senang. Padahal berbeda. BAHAGIA. Sering sekali kita tidak bisa membedakan keduanya. Kita ingin hidup bahagia, namun karna tidak mengenali emosi, kita malah terjebak kecanduan kesenangan, bukan bahagia.

Bahagia didasari zat yang berbeda di otak, kali ini kita berkenalan dengan serotonin

Serotonin ini berkaitan dengan perasaan “cukup” dan “puas”. Kita tahu cukup dan puas ini tidak dicapai dengan mendapatkan sesuatu, iya kan? Jadi jelas bahagia dan senang itu berbeda.
Berbeda dengan senang, bahagia tidak bersifat Candu. Kita tidak kecanduan dengan perasaan cukup. Bahkan kita perlu berusaha untuk mengarahkan batin tetap merasa cukup.

Tidak bisa hanya dengan membeli atau mendapat sesuatu, bahagia malah muncul dengan melepaskan dan mengikhlaskan
Bahagia bertahan lebih panjang dibandingkan senang. Bahagia membuat kita ingin berbagi, ingin memberi, tanpa perlu mendapatkan atau memiliki. Terdengar seperti kisah cinta yang sesungguhnya bukan? Iya, itulah bahagia.

Cinta yang memberi, dan ikhlas membebaskan/melepaskan.
Bahagia sulit dinikmati sendiri, dia perlu dibagikan. Membuat kita bergerak menolong orang, menjadi volunteer kegiatan sosial, itu bahagia.Membuat otak berkata “ini indah dan ini cukup”. Serotonin dalam bahagia ini, jika sedikit jumlahnya, itu yang membuat seseorang depresi.

Untuk hidup bahagia kita perlu belajar melepaskan, mengikhlaskan, merasa cukup. Dan hidup yang bermakna butuh rasa bahagia, bukan hanya sekedar senang.

Yuk kejar kebahagiaan, dan jangan terkecoh dengan kesenangan.

Icon applause berdatangan. Calon pemenang challenge ini. Meski cuma copy link. 😀

Ternyata ada satu teman lain, hanya mengirimkan gambar.

Nah :D, saya rasa kita tahu siapa pemenang nya 😀

1 Comment (+add yours?)

  1. Blog Teknologi Indonesia
    May 25, 2023 @ 13:50:20

    Kalau bahagia versi saya adalah melihat ibu bahagia dan panjang umur 🤲

    Reply

Leave a comment