Kala Marah

Kala menutup pintu pantry dengan ceroboh, kaleng-kaleng makanan jadi berjatuhan terkena hempasan anginnya. Dia mondar-mandir menarik dan menghembuskan nafasnya panjang berjeda, tapi tiap kali diingatnya kata-kata Pak Andi barusan, dadanya naik turun lagi menahan emosi. Diraihnya kursi didepannya untuk didekatkan ke jendela, berusaha menjernihkan pikirannya. Tadi sepulang dari makan siang, tiba-tiba Pak Andi melontarkan marahnya pada Kala di depan teman-temannya, Pak Andi menuduhnya mencari muka dengan melaporkan progress teamwork pada atasan mereka tanpa sepengetahuan Pak Andi yang baru selesai cuti. Tanpa pikir panjang Kala membalas marah karena dia merasa melakukan hal yang benar.
 
Kala jadi urung ke ruang kerjanya dan memilih kesini, percikan marah itu membakar rasanya, dia tidak ingin marahnya menyasar orang lain, tapi lama-lama matanya jadi panas juga menahan jengkel, Kala melongok keluar jendela, jalan-jalan keluar dari kantor pasti bisa meredakannya, tapi di luar sedang hujan deras. Kala ingat ini sudah masuk waktu Dhuhur, tapi dia sedang tidak sholat. Kala juga ingat, dia biasanya memasak atau makan sesuatu untuk meredakan marah/jengkel/bosannya tapi dia kan baru saja makan siang. Ufhh Kala tau dia harus segera memadamkan marahnya, tapi bagaimana..dengan apa..matanya mencari-cari alat.
 
Nah..kertas…kertas yang tergantung di dinding itu biasanya untuk mencatat pesanan untuk office boy, Kala merenggutnya, menulisinya dengan kasar sambil membentak.
“..Kertas..kau harus tampung marahku, biarkan dia tumpah disini”
tiba-tiba Kertas menjawab = ” Percuma, suatu saat ini akan terbaca lagi atau bahkan ada orang lain yang membacanya”
Kala terkejut, dia bisa berkomunikasi dengan benda mati, tapi baguslah, dia memang tidak ingin berkomunikasi dengan orang saat ini.
Kala = “Tapi kau kan kertas, tugasmu menampung pikiran orang”
Kertas = “Boleh kutanya, siapa namamu?”
Kala = “Kala Arifah..kenapa?”
Kertas = “hmmmm…artinya waktu-waktu bijaksana ya”
Nadanya terdengar sinis ditelinga Kala, jadi diremasnya kertas-kertas itu lalu dilemparnya ke arah tempat sampah.
 
Kala mencari lagi, nah..ada waktu..di jam yang tergantung di sudut.
Kala = “Waktu..kau harusnya bisa menelan marah..lakukan, lakukan sekarang juga”
Waktu = “ckckck..lihat dirimu”
Kala tidak menggubris malah memutar jarum jamnya, katanya waktu yang berlalu ampuh mengubah bahkan menghapus apapun, marah termasuk di dalamnya. Tapi aneh, kali ini itu tak berhasil. Kala memutarnya jarum jamnya lebih cepat, tak berhasil juga.
Kala mengguncang jam = “Pembohong!!!..Penipu!!!”
Waktu balas membentak = “Yang kau tipu tidak lain adalah dirimu sendiri, tidak adil, apa ini juga kau lakukan saat kau senang? kau juga akan mempercepat waktu?”
Kala melemparnya lalu pergi dari pantry.
Waktu masih berteriak-teriak= “Temui air…dia akan mengajarimu menajemen marah..temui dia!”
 
Kala memang masih marah, pikirnya tidak ada salahnya menemui air, siapa tau air lah yang bisa jadi pelampiasannya. Bergegas di temuinya air di tempat berwudlu. Buru-buru diputarnya kran air, bersiap meluapkan marahnya. Tapi saat berjumpa wujud air yang jernih, yang mengalir bening, entah mengapa tiba-tiba Kala merasa kerdil
Lalu air dengan tenangnya menuntun Kala = “Berwudlulah..lalu sebutkanlah A’UUDZU BILLAAHI MINASSYAITHOONIR ROJIIM. ALLOOHUMMAGHFIRLII DZANBII WA ADZHIB GHOIZHO QOLBII WA AJIRNII MINASSYAITHOON”
“ Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk. Ya Allah ampunilah segala dosaku, hilangkan marah di dalam hatiku dan peliharalah aku dari godaan syeitan yang terkutuk ”